Emmanuel Levinas |
Dalam beberapa tahun terakhir, pemikiran filosofis Emmanuel
Levinas telah menemukan jalan menuju Hubungan Internasional dan bidang-bidang
terkait. Pandangan unik dan radikal Levinas tentang hubungan etika telah
membuat ide-idenya tentang “the Other” dan
“the Face” segera mendapat pengakuan
di antara teoretisi kritis di berbagai ilmu sosial. Tujuan dari Bab ini adalah
Memperkenalkan filsafat etika Levinas dan mempertimbangkan beberapa pertanyaan
yang muncul ketika etika di terjemahkan kedalam politik praktis. Bab ini
kemudian akan berbelok untuk melihat Hubungan Internasional Kunci dan keilmuan
terkait yang mengambil pemikiran Levinasian,
dan untuk menunjukan bagaimana Levinas mempengaruhi karya kontemporer daam
etika dan politik internasional.
Lahir di Lithuania pada 1906, kehidupan intelektual
dan kehidupan pribadi Levinas di kondisikan oleh latar belakang Yahudi—sebagaimana
tampak dalam pengalaman budayanya sendiri dan pengaruh anti –Semitis—me pada masanya. Selain mendapatkan pendidikan Talmud
tradisional, Levinas juga di pengaruhi oleh novelis besar Rusia abad ke-19.
Pada 1915, saat masih anak-anak, ia di deportasi dalam pengusiran massal orang
Yahudi di Lithuania. Keluarganya menetap di Ukraina, di saat ia menyaksikan
pembantaian anti-Semit dari era itu. Saat pemerintah Soviet, yang baru berdiri,
mencabut perintah pengungsian Yahudi pada 1920, keluarga Levinas kembali ke
Lithuania. Kemudian, Levinas meniggalkan rumah untuk kuliah di University of
Strasbourg, lalu pindah ke University of Freiburg tempat ia belajar pada
Husserl dan Heidegger. Dalam waktu ini, Levinas mempelajari Fenomenologi—cabang
filsafat yang membidik pengalaman individual terhadap dunia. Saat meletusnya
perang dunia ke-2, Levinas bertugas sebagai juru bahasa untuk Angkatan Darat
Perancis. Dia menjadi tawanan Jerman pada 1940, dan masuk kamp kerja paksa
hingga perang berakhir. Keluarganya di Lithuania sudah musnah dalam Holocaust, sementara
istri dan putrinya di Prancis di sembunyikan dalam biara atas bantuan teman
lama sekaligus filsuf, Maurice Blanchot.
Perang berakhir, Levinas mengajar filsafat di École
Normale Israélite Orientale, tempat ia menyelesaikan buku Totality and Infinity. Ia mengambil jenjang profesor di University
of Poitiers, dan kemudian di University of Prancis, Nanterre. Pada 1973, ia
pindah ke Sorbonne, tempat ia menyelesaikan salah satu karya terpenting, Otherwise Than Being or Beyond Essence (Ajzenstat
2001:3). Saat kematiannya pada 1995, Jacques Derrida mengumumkan bahwa karya
Levinas tentang etika “akan mengubah arah refleksi filosofis dalam era kita”
(Derrida 1999:4).
PEMIKIRAN ETIKA LEVINAS
Saat filsuf kontemporer akan tertarik pada nuansa
dari banyak aspek warisan intelektual Levinas, karaynya tentang etikalah yang
membuatnya banyak di kenali dan di akui
dalam ilmu-ilmu sosial. Fondasi membentuk etika Leviasian berkisarr pada klaim dasar bahwa the self (diri) selalu bertanggung jawab dari pada the Other (Orang lain). Tanggung jawab
ini bukan pilihan, juga bukan sesuatu yang kita peroleh melalui sosialisasi
atau melalui keputusan sadar untuk menjalani kehidupan moral. Tanguung jawab
adalah kondisi tempat kita di lahirkan. Dengan demikian, ini bukan keputusan
kita, tetapi suatu keputusan yang di buat untuk kita oleh fakta tak
terhindarkan tentang hubungan kita dengan Other.
Kita diminta bertanggung jawab oleh Other,
tak perduli apa yang kita mungkin inginkan. Karakter hubungan ini menandai
keberangkatan penting untuk meninggalkan inti pemikiran Barat, karena hal itu
berati bahwa kita bukan agen rasional dan otonom dalam pembuatan keputusan
sebagaimana di isyaratkan sejarah filsafat Barat. Malahan, kita dalam beberapa
cara bergantung pada Other bagi rasa
dasar kita tentang Self ; kita
terbentuk dalam dan oleh hubungan kita dengan Other, kita tidak dapat bebas dari eksistensi Other , atau dari dampak Other
terhadap keberadaan kira sendiri.
Tanggung jawab kita terhadap Other tidak bergantung pada penalaran atau pengalaman sebelumnya,
atau pada perincian hubunga tertentu. Dalam pengertian Levinas, tanguung jawab
tidak terkait dengan karakter tertentu hubungan kita dengan pihak lain di
dunia, karena keterhubungan aktual kita ke other—melalui
negara, masyarakat, keluarga dan seterusnya—menyiratkan harapan, dan bukannya etika.
Hubungan kita dan teman-teman kita, misalnya terbentuk dari harapan bersama;
kita (idealnya) membangun kepercayaan melalui asas timbal balik dari waktu ke
waktu. Demikian pula, sebagai anggota dari suatu negara, kita memikul hak
sebagai warga negara atau sebagai imigran yang diakui secara legal. Kita
menikmati perlindungan di bawah hukum, dan kita cukup sadar akan kewajiban kita
pada negara sebagai imbalan atas perlindungan ini. Hubungan dengan Other tidak di dasarkan pada harapan,
pada “hak”, atau pada ikatan komunitas atau kekeluargaan. Bahkan, the Other ini sepenuhnya tidak kita
ketahui, pada mereka yang tidak terkait
apapun dengan kita dalam hal keluarga, komunal, atau kesetiaan nasional.
Sederhananya, kita tanpa syarat bertanggung jawab atas kehidupan Other, dan inilah perintah hidup yang di
sajikan dunia pada kita.
Gagasan Levinas tentang tanggung jawab muncul dari
kesadaran kita bahwa eksistensi mendasar kita selalu menghasilkan kekerasan,
apakah kita mengajarkannya atau tidak. Sebagaimana di tanyakan Levinas:
Being-in-the-World
saya, atau “tempat
saya di bawah matahari”, atau keberadaan saya dirumah, bukan merupakan
perebutan atas ruang milik orang lain yang mana saya telah ditindas atau
dibuatkelaparan, atau dibuang ke dunia
ketiga: apakah mereka tidak bertindak
menistakan, mengucilkan, mengasingkan, pengupasan, membunuh? (Levinas 1989: 82)
Apa
yang Levinas singgung disini adalah ide bahwa kehidupan nyaman kita adalah
selalu di mungkinkan oleh penderitaan orang lain, bahkan ketika kita tidak
bermaksud atau tidak menyadarinya. Sebagai contoh: mari kita bayangkan suatu
kegiatan yang tidak bersalah, misalnya pengisian bahan bakar mobil. Orang bisa
menganggap ini bisa menjadi upaya berbahaya. Kita tahu, perang dan konflik
politik, serta degradasi kondisi lingkungan, sebenarnya bersumber dari aktivitas
kita yang tidak di sengaja merupakan dari pengisian bahan bakar itu. Namun
demikian, bagi Levinas, kondisi tentang tanggungjawab radikal ini juga tanggungjawab
tak terbatas, artinya tidak dapat di
atasi atau diselesaikan hanya dengan perhatian pada hidup yang baik atau benar.
Jadi, bagi Levinas, orang mungkin marah dan menyingkirkan mobil itu, tetapi hal
ini tidak mengurangi tanggungjawab dia, karena selalu ada sesuatu lain yang
merusakan Other—sesuatu yang kita
tidak dapat antisipasi atau perhitungkan. Keberadaan
kita adalah yang selalu menyebabkan cedera potensial pada the Other. Jadi, yang abadi adalah
kondisi tanggung jawab yang Levinas fahami sebagai “...tanggung jawab yang
melampaui apa yang saya mungkin atau
tidak mungkin tellah lakukan pada Other
atau tindakan apapun yang saya tidak mungkin atau mungkin lakukan, seakan-akan
saya mencintai other sebelum
mencintai diri saya” (Levinas, 1989:83)