Rabu, 16 Januari 2013

Immanuel Kant




Immanuel Kant

   

Kant menghabiskan sepanjang kehidupan kerjanya untuk mengajar di sebuah Universitas di kota pelabuhan Konigsberg, Prusia, tempat ia di lahirkan. Akan tetapi, ia adalah peserta aktif dalam perdebatan filosofis kala itu di Eropa. Ide-idenya terus membentuk dan mempengaruhi bidang penyelidikan filosofis; dari Epistemologi hingga filsafat sejarah. Dari persfektif sejarah pemikiran Eropa pada umumnya, adalah mustahil untuk meremehkan pentingnya karya-karya Kant di kemudian hari; filsafat kritis yang di terbitkan khusunya dalam buku teks, Critique of Pure Reason [1781] dan Critique ofPractical Reason [1788]. Dari sudut pandang Hubungan Internasional, tulisan-tulisan Kant yang juga bersumber dari periode “kritis” dan khususnya esai On Perpetual Peace: A PhilosophicalSketch [1795] juga sangat di signifikan.

Disini saya akan menyoroti tiga bidang pemikiran kritis Kant yang membantu memantapkan kondisi bagi para teoritisi kritis dikemudian hari dan bagi cendikiawan Hubungan Internasional kontemporer. Ketiga bidang itu adalah pengetahuan, moralitas dan politik.



PENGETAHUAN


Argumen filosofis pada abad ke-18 tentang bagaimana kita membenarkan klaim terhadap pengetahuan pada dasarnya jatuh kedalam kategori. Di satu sisi, tradisi “rasionalis” berpendapat bahwa klaim pengetahuan dapat dengan pasti didasarkan pada rasio atau penalaran, mungkin dalam bentuk ide-ide bawaan yang melekat dalam kemanusiaan atau bahkan dikirim langsung dari Tuhan. Disisi lain, tradisi “empiris” berpendapat bahwa klaim terhadap pengetahuan harus di dasarkan pada pengalaman indrawi (apa kita bisa mendengar, melihat, menyentuh, dan sebagainya) daripada sekedar dengan rasio.

Dalam Critique of Pure Reason, Kant terkenal karena memiliki lebih dari  dua pilihan di atas. Kant berargumen, penalaran saja atau pengindraan saja tidak akan memberikan kita pengetahuan apapun. Sebaliknya, ia berpendapat bahwa pengetahuan manusia pada dasarnya di kondisikan (dibatasi) oleh kategori-kategori tentang pemahaman kita (yang antara lain: konsep sebab akibat) dan ketidak mampuan kita untuk mengalami apapun di luar kondisi ruang dan waktu tertentu. Dengan demikian, pengetahuan adalah produk dari konsep-konsep (kategori pemahaman) dan pengalaman di perantarai ruang–waktu yang keduanya datang secara bersama-sama. Gagasan Kant ini menggrogoti gagasan bahwa kita bisa mendapat pengetahuan langsung dari “sesuatu dalam diri sesuatu itu sendiri”. Maka dari itu, tugas filsafat  pada dasarnya adalah tugas untuk melacak keterbatasan kita sendiri dan memperjelas apa yang kita bisa dan tidak bisa kita klaim tentang dunia. Tugas ini disebut Kant sebagai “Kritik”.

Teroi kritis Kant tentang pengetahuan membuka jalan bagi teori kritis di kemudian hari dengan cara berfokus pada kondisi-kondisi bagi kemungkinan adanya pengetahuan dan pegalaman. Pemikir era berikutnya, misalnya Hegel dan Marx, kemudian merevolusikan revolusi fiosofis Kant itu dengan menyatakan bahwa kondisi-kondisi bagi kemungkinan adanya pengetahuan dan pengalaman itu tidak stabil dan transhistoris, tetapi benar-benar sudah tertanam dalam sejarah manusia dan masyarakat. Dalam hal ini, mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting tentang landasan otoritas kritis para filsuf untuk menentukan jenis-jenis klaim apa yang sah dan mana yang tidak sah. Hal ini terus menjadi pertanyaan yang menghantui para teoritis kritis abad ke-20.



MORALITAS

Teori Kant tentang pengetahuan adalah tentang mengakui keterbatasan manusia. Hal ini sangat berlawanan dengan teorinya sendiri tentang moral. Teori Kant tentang moralitas ini menyatakan potensi kemanusiaan untuk membatasi keterbatasan kita. Bagi Kant, ada perbedaan jelas yang bisa di tarik antara penalaran teoretis murni dan penalaran praktis murni. Penalaran teoretis kita terbatas dan terkondisi: kita tidak bisa tahu hal-hal dalam cara mediasi dalam cara yang mungkin seperti caranya malaikat. Secara moral, kita  juga terbatas: kita sering di dorong oleh nafsu dan keinginan hewani dari pada di dorong oleh pertimbangan moral. Namun demikian, dalam kasus moralitas menurut Kant, kita masih mampu mengetahui apa yang  benar. Ada cara-cara dimana kita dapat mengerjakan apa tugas kita, melalui prinsif-prinsif penguniversalan dimana kita merencanakan untuk bertindak dan mempertimbangkan implikasi dari prinsif-prinsif tersebut untuk menjadi hukum universal (yang disebut “categorical imperative” atau berlaku mendesak secara kategoris).

Namun demikian, untuk bertindak secara moral bukan sekedar melakukan hal yang benar, tetapi untuk melakukan hal yang benar demi melakukan hal yang benar itu sendiri—bukan melakukan itu demi hal itu cocok dengan kita atau tidak. Bagi Kant, memberi uang pada pengemis karena kasihan padanya adalah bukan tindakan moral. Yang bisa  di sebut tindakan moral adalah memberi uang pada pengemis karena amal baik bisa di universalkan sebagai hal yang baik. Jadi, kapasitas moral yang sama-sama dimiliki manusia ini, menurut Kant, adalah yang membedakan kita dengan binatang dan membuat kita  secara khusus layak di hormati.

Mungkin, implikasi paling terkenal yang bisa di tarik Kant dari perhitungannya tentang kapasitas moral kita untuk mengetahui dan menjalankan hukum moral adalah argumennya bahwa manusia tidak boleh di perlakukan sebagai sarana, tapi harus selalu sebagai tujuan. Prinsif orang lain ini menjadi salah satu insfirasi bagi ide Hak Asasi Manusia Universal yang sangat berpengaruh pada abad ke-20. Teori moral Kant juga terus menjadi acuan penting bagi teori di kemudian hari dan bagi etika internasional kontemporer. Bagi beberapa pihak, pandangannya tentang moralitas menangkap inti rasional dan universal tentang penalaran moral, yang kemudian dapat memberi tolak ukur bagi kritik moral yang beroperasi melintasi batas-batas budaya dan kekuasaan. Bagi pihak lain, teori moral Kant tidak mampu mempertahankan klaimnya terhadap universalitas, terlalu abstrak dan rasionalistik, dan karena itu tidak peka terhadap kekhasan pengalaman dan tradisi etis yang berbeda.


POLITIK

Walau Kant melihat kita mampu bertindak sesuai perintah penalaran praktis murni, ia masih melihat manusia sebagai secara fundamental cacat dan tidak mampu secara konsisten melampaui selera dasar dan material. Atas alasan ini, Kant mengembangakn teori politik. Teorinya adalah pemerintahan dan hukum harus bisa menjamin kepatuhan luar tehadap moralitas, dan menyediakan konteks yang kapasitas moral kita dapat di matangkan dan kemajuan dapat di capai. Menurutnya, konteks politik terbaik untuk menyediakan itu adalah negara Republik. Yang dimaksud dengan negara Republik adalah keadaan yang milik pribadinya dilembagakan, ada pemisahan kekuasaan (antara legislatif, eksekutif dan yudikatif), dan kekuatan-kekuatan itu secara politis bertanggung jawab kepada lembaga warga yang dewasa, laki-laki, pemilik properti.

Dua aspek dari politik Kant telah menarik minat cendikiawan Hubungan Internasional: hubungan yang ia buat antara negara-negara republik dan hubungan antara negara-negara yang tenang terkendali dengan cara yang teori politiknya tertanam dalam filsafat sejarah. Dalam Perpetual Peace: A Philosophical Sketch, Kant menguraikan kondisi-kondisi yang di perlukan bagi hubungan internasional yang damai. Pertama; semua negara harus republik. Kedua; negara-negara republik harus masuk kedalam “persatuan pasif” satu sama lain untuk mengatur interaksi melalui hukum internasional dan menghindari perang sebagai sarana kebijakan luar negeri. Ketiga; semua negara harus menghormati hak Universal dan kosmopolitan atas individu untuk mendapatkan keramahtamahan, bahkan jika individu itu bukan warga negara.

Kondisi-kondisi bagi perdamaian abadi sejalan dengan persyaratan moralitas. Akan tetapi, Kant juga berpendapat bawa kita dapat mengidentifikasikan kekuatan-kekuatan historis yang cenderung bisa membawanya. Ia menunjuk mekanisme natural berupa rasa takut dan keserakahan yang akan mendorong orang menuju republikanisme dan federasi pasif—terlepas dari moralitas. Sebagai contoh, ia berpendapat bahwa konflik manusia pada akhirnya akan menghasilkan senjata yang begitu mengerikan sehingga—karena menakutkan kelangsungan hidup mereka sendiri—orang ingin menghindari kemungkinan perang. Kant juga berpendapat, pembangunan perdagangan internasional akan menciptakan tingkat saling ketergantungan yang akan membuat perang akan bertentangan dengan kepentingan egois kita. Akhirnya, ia menyarankan diri rendah kita dan diri tinggi kita untuk mendorong sejarah dalam arah yang sama dengan arah kemajuan republik, masyarakat pasar, dan hubungan antar negara yang pasif.

Pemikiran politik Kant telah di ambil oleh teoretisi liberal Hubungan Internasional sebagai pernyataan awal bagi teori kontemporer bahwa negara-negara liberal cenderung pasif dalam hubungan dengan satu sama lain. Akan tetapi, hal itu juga mengilhami pemikir kritis, misalnya: Habermas, dalam hal Visinya tentang negara republik dan teorinya tentang perkembangan sejarah progresif. Dalam banyak hal, Kant menetakan agenda bagi perdebatan yang masih berlangsung dalam teori kritis tentang sifat dari hubungan antara moralitas dan politik, dan apakah (bagaimana) kemajuan politik bisa dimungkinkan.

Rabu, 09 Januari 2013

Karl Marx

Karl Marx





Karl Marx

Tulisan-tulisan filosofis, sosiologis, ekonomis, dan politik Karl Marx mempunyai dampak mendalam terhadap praktik politik internasional setidaknya selama dua abad. Mereka juga memiliki pengaruh luas terhadap teorisasi sosial kritis: pemikiran Marx menjadi landasan sekaligus fokus utama tantangan teoritis bagi sebagian besar “teoretisi kritis” abad ke 20. Namun demikian, meski tidak di ragukan lagi bahwa pemikiran Marx sangat berpengaruh, justru sifat yang pasti bagi warisannya itu tetap di perdebatkan. Ada berbagai panafsiran yang sangat kontras dari bacaan “humanis” ysng simfatik hingga berbagai bacaan “deterministik”. Setiap penafsiran membawa konsekuensi yang penting secara teoretisi, retoris, daan hingga politis. Oleh karena problem internasional sulit yang terkait dengan tulisan-tulisan Marx, maka mustahil memberikan interpretasiyang definitif terhadap ide-ide Marx disini. Maka dari itu, fokus dari pembahasan ini sederhana saja, Pertama, memberikan gambaran singkat mengenai konteks tulisan-tulisan Marx. Kedua, menguraikan beberapa konsep kunci terkait dengan karyanya. Ketiga, saya akan menyimpulkan dengan mencerminkan singkat warisan Marx untuk teori sosial kritis abad ke 20.



KEHIDUPAN, TULISAN INTI, DAN PENGARUH

Karl Marx lahir di Trier, Prusia, pada 1818. Awalnya ia belajar di University of Bonn dan kemudian di Willhelm Friedrich-Universitat di Berlin. Setelah menyelesaikan study Doktornya tentang filsafat klasi, ia tinggal di Paris, Brussels, dan akhirnya di London. Perpindahannya sering di dikte oleh berbagai kendala karena hubungannya dengan sejumlah gerakan revolusioner dan jurnal revolusioner. Untuk sebagian besar hidupnya, ia sering bergantung pada teman sekaligus pendukungnya, Friedrich Engels yang juga, setelah Marx meninggal pada 1883, turut mengedit dan menerrbitkan sebagian karya-karya anumertanya, terutama dua volume capital.

Seperti halnya penulis lain yang menulis begitu banyak dan dalam rentang waktu yang sangat panjang, sulit untuk merangkum pikiran Marx dalam seperangkat pandangan tertentu. Sebagian dari argumennya, dan penjelasannya, dan ketertarikannya, bergeser secara signifikan tahun demi tahun. Karya-karya awal Marx cenderung bersifat filosofisdan fokus pada kontroversi-kontroversi yang mengitari perdebatan antara filsuf Helegian dan filsuf “Young Helegian” yang terkait dengan Ludwig Feuerbach (tempat banyak karya Marx mendapat banyak insfirasi). Dalam karya-karya awalnya, misalnya yang berjudul One the Jewish Question (1843), Contribution to a Critique of Hegel’s Philosophy of Right (1943), Economic and Philosophical Manuscripts (1944), These on Feuerbach (1845), dan German Ideology (1846), ia menggarap banyak isu-isu filosofis yang membentuk landasan bagi konsepsi materialis historis tentang manusia, filsafat dan realistis. Ia menerapkan kritik terhadap konsepsi-konsepsi liberal tentang emansipasi, kritik terhadap agama sebagai turunan dari ekploitaasi material, konsep aliensi, dan sikap materialis dialektik melawan Hegel.

Karya-karya berikutnya terfokus lebih eksflisit kepada isu-isu ekonomi politik dan mengkritisi tulisan-tulisan yang disebut “ekonom politik klasik” terutama karya Adam Smith dan David Ricardo. Dalam tulisan-tulisan era ini, terutama Grundisse(1857), The Preface to theContribution to a Critique of Political Economy (1859), Theorities of Surflus Value (1862), dan Capital (jilid 1 diterbitkan pada 1865, jilid berikutnya di terbitkan secara anumerta pada 1885 dan 1894), Marx menetapkan interfretasinya yang terkenal tentang teori tenaga kerja tentang nilai dan mode produksi kapitalis. Saat Marx mencoba memahami hukum dan kontradiksi karakteristik dari sistem kapitalis, maka karya-karya terakhirnya ini lebih jelas megambil nada “ilmiah” (dan beberapa pihak malah bilang “deterministik”).

Selain kontribusinya terhadap filsafat, teori sosial, dan teori politik ekonomi, harus pula di catat bahwa Marx erat terkait dengan berbagai gerakan International Working Men’s Association (atau yang biasa di sebut First Internasional). CommunistManifesto yang ditulis Marx dan Engels (1948), berisi seruan ”Pekerja dari semua negara, Bersatulah!” tentu memainkan peran penting dalam gerakan-gerakan sosialis dan revolusi abad ke-19 dan abad ke-20. Penting juga unntuk di catat, Marx juga bukan hanya seorang filsuf, namun jgua pesrta aktif dalam pergerakan politik pada zamannya.  Theuse of Feuerbach merangkum sentimen “praktis” tentang pendekatan ini : “Para filsuf hanya telah menafsirkan dunia dalam berbagai cara. Namun demikian poinnya adalah untuk mengubahnya” (Marx 1970: 30).


KONSEP-KONSEP KUNCI

Dasar-dasar filosofis bagi teori sosial dan ekonomi Marx berkisar pada duda gagasan inti: pandangan terkotekstual tentang sifat manusia,dan konsepsi materialis secara dialektik dan historis tentang sejarah. Menurut pemikiran klasik,para pemikir liberal mengambil titik awal pengertian bahwa manusia harus difahami sebagai individu rasional otonom yang harus diizinkan untuk melakukan penilaian bebas mereka atas kendala-kendala yang  tidak perlu agar memungkinkan mereka mengikuti dan menempuh kepentingan terbaik untuk diri mereka. Marx justru mengambil pengecualian dari ide liberal tetang sifat manusia itu. Bagi Marx, individu harus di fahami bukan sebagai “individual abstrak”, tetapi sebagai “makhluk sosial” yang secara mendasar terikat dengan lingkungan alam dan kehidupan sosial mereka. Bagi Marx, manusia adala aktor yang dilahirkan secara sosial dan historis, dan yang eksis dalam beberapa set hubungan sosial antara satu sama lain, yang mengkondisikan tindakan dan keyakinan mereka meksi manusia juga mampu menggubah situasi sosial mereka (bukan sebagaimana yang mereka suka, tetapi saat kondisinya memang mamungkinkan). Marx membangun gagasan ini dengan menerima premis dasar pandangan dialektik Hegel tentang sejarah---pandangan bahwa sejarah di kembangkan dari proses negosiasi atas bentuk-bentuk kesadaran yang salign kontras. Namun demikian, berlawanan dengan Hegel, kekuatan pendorong sejarah menurut Marx adalah material, bukannya “ideasional”. Bagi Marx, manusia eksis dalam bentuk historis tertentu dari realitas material. Menurut Marx, konteks material sosial merekalah yang mengkondisikan “kesadaran” mereka. Hal ini bukan berarti baahwa kekuatan-kekuatan material “kasar” dalam sejarah “menentukan” tindakan kita (bukan dalam sikap; “kektika A, maka B”) tetapi bahwa hubungan sosial mereka selalu tertanam secara material, dan bahwa mereka membatasi sekaligus mengkondisikan kemampuan dan pikiran kita untuk interaksi sosial dan tranformasi sosial. Menurut Marx, yang terpenting adalah jika kita menganalisis orang dalam hubungan dengan konteks material historis dan sosial mereka, maka kita dapat melihat peran berbagai kekuatan struktural dan penindasan struktural yang terkandung dalam sistem modern ekonomi kapitalis dan dalam pemerintahan “borjuis demokratis” yang melekat padanya.



Aspek-aspek kunci dari konteks material individu, bagi Marx, adalah “forces of” dan “relations of” produksi (force merujuk pada teknologi dan sumber daya produksi, dan  relations merujuk pada hubungan dengan para pelaku produksi). Kedua kunci ini bersama-sama membentuk mode produksi. Marx berpendapat bahwa, pergeseran telah terjadi dalam mode produksi yang mendasari kehidupan bermasyarakat dari sistem feodal ke mode produksi kapitalis. Ia lalu meprediksi akan ada pergeseran lebih lanjut menuju mode pruduksi komunis dan masyarakat komunis, yang timbul dari kontradiksi inheren dalam sistem kapitalis. Pendorong utama perubahan ini adalah antagonisme kelas yang ada dalam mode produksi kapitalis itu sendiri. Dalam sistem kapitalis, ini mewujudkan diri dalam eksploitasi para pekerja (kaum proletar) oleh kaum kapitalis. Saat para pekerja memperoleh upah hanya cukup untuk memfasilitasi keberadaan minimal mereka, kaum kapitalis berdasarkan posisi kekuasaan mereka dalam mode produksi menyerap nilai lebih  dari produksi-produksi para pekerja, yang mereka sebut sebagai “profit” atau keuntungan / laba.


Salah satu aspek kunci dari mode produksi kapitalis adalah bentuk-bentuk spesifik aliensi yang di kenakan terhadap kaum proletar. Dalam mode produksi kapitalis, pekerja menjadi terasing dari produk-produk yang mereka kerjakan, terasing dari proses pekerjaan, terasing dari “species-being” dan dari sesama pekerja. Alienasi atau keterasingan inididukung oleh sistem ideologi yang di sebarkan masyarakat kapitalis. Melalui hukum, melalui Negara, dan melalui sesuatu yang mirip demokrasi, kaum proletar di pasifkan untuk hidup di bawah kesadaran palsu yang melegitimasi keadaan penindasan mereka dan menyembunyikan eksploitasi ekonomi terhadap kaum proletar. Fase ini lalu diikuti oleh perkembangan kesadaran kelas di kalangan kaum pekerja. Mereka harus menyadari bahwa “kepentingan nyata” mereka bukanlah pada bersaing satu sama lain untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi dalam menantang sistem eksploitasi kapitalis. Di lengkapi dengan perwujudan atas ”deep running” dari sifat konflik kelas, para pekerja harus memahami bahwa setiap perubahan revolusioner akan memerlukan tantangan holistik terhadap kekuatan material / produktif dan ideasional / suprastruktural dalam masyarakat.


Hal ini diperlukan untuk merenungkan konsekuensi dari dorongan kapitalis untuk mendapatkan profit pada skala internasional. Seperti kemudian kaum Marxist (khususnya Lenin) berpendapat, motif profit juga bisa dilihat menjadi pendorong utama imperialisme oleh negara-negara kapitalis. Bagi kaum Marxist, kapitalisme bukan fenomena domestik, tetapi fenomena global.


Banyak perselisihan mengenai apakah Marx berasumsi bahwa akan ada pergeseran yang tidak terhindarkan dalam mode produksi kapitalis menuju komunisme atau apakah aktor-aktor sosial harus mengambil peran aktif dalam mengakhiri mode eksploitasi kapitalis. Seringnya referensi Marx terhadap hukum yang melekat dalam struktur ekonomi politik tampaknya menyiratkan logika yang tak terelakkan terhadap perkembangan itu, meski boleh di katakan penekanan pada hukum (dan ide positivis tentang ilmu pengetahuan) adalah konsekuensi dari penafsiran tertentu Engels terhadap karya Marx secara anumerta. Oleh karena sifat yang tidak jelas terhadap pandangan Marx terhadap tindakan politik, begitu juga tidak jelas kompleks perdebatan tentang apa yang membentuk tindakan politik sah kaum proletar (misalnya dalam konteks Soviet dan China) dan tentang bagaimana perubahan dapat di capai di negara-negara yang kelas pekerjanya enggan mengambil tindakan terhadap elit kapitalis dan negara kapitalis (misalnya Eropa Barat dan Amerika Serikat). Sebagian besar tradisi Marxis dan pemikiran teori kritis abad ke dua puluh fokus pada penanganan terhadap ketegangan dan pertanyaan yang tak terjawab yang muncul dari pemikiran Marx tentang logika sistem kapitalis, kekuatan superstruktural melekat padanya, dan pertanyaan tentang perubahan sosial revolusioner. Tentu saja, pemikiran-pemikiran Gramsci, Mahzab Frankfurt, dan Fost Marxis seperti :Laclau dan Mouffe memiliki semau cara mereka untuk menegosiasikan penafsiran baru tentang ide-ide Marx untuk tujuan tindakan politik emansipatoris dalam konteks tertentu mereka.


Memang, meski kebanyaka teoritisi kritis abad kedua puluh berusaha untuk melampaui kategori-kategori Marx banyak dari mereka khususnya memperluas analisis bentuk-bentuk ideologis atau budaya atas penindasan dan dominasi analisis-analisis ini bisa dilihat sebagai turunan dari—walau juga bisa sebagai elaborasi baru pada analisis awal Marx tenttang keterasingan dan kesadaran palsu dalam masyarakat industri kapitalis. Selain itu, banyak penekanan teoritisi kritis terhadap filsafat sebagai cermin kondisi sosial, dan pada teori yang berhubungan  erat dengan praktik politik, juga memiliki pertalian dengan ide-ide Marx.


Tentu saja, keyakinan besar yang dimiliki Marx dalam kaum proletar sebagai peran perubahan emansipatoris, dan aspek-aspek karakteristik reduksionis dan deterministik atas pikirannya, telah menjadi sasaran serangan oleh teoritisi kritis kemudian. Marx addalah figur pencerahan yang sangat yakin pada perubahan progresif dalam masyarakat sesuatu yang jelas tidak populer di era teori sosial yang sekarang  di mana ide-ide tentang kemajuan, emansipasi dan proyek-proyek politik besar sedang dalam keraguan. Namun demikian, tampaknya tetap adil untuk mengatakan bahwa Marxmasih merupakan acuan penting bagi perdebatan kontemporer. Tidak boleh dilupakan, dalam menangani isu-isu politik dunia seperti globalisasi, beberapa teoritisi masih menganggap penting untuk mempertahankan Marxisme, terutama dalam bentuk “humanis”-nya. Maka dari itu, tampak bahwa pemikiran Marx masih “relevan” meski banyak pernyataan mengenai hal itu pada masa Pasca perang dingin : warisan Marx masih sangat hidup, dan tetap di perdebatkan seperti biasa.



Edkins, Jenny.Vaughan William, Nick.Teori-teori Kritis-Menantang pandangan Utama Studi Politik Internasional.pustaka-baca:2010