Immanuel Kant |
Kant menghabiskan sepanjang kehidupan kerjanya untuk
mengajar di sebuah Universitas di kota pelabuhan Konigsberg, Prusia, tempat ia
di lahirkan. Akan tetapi, ia adalah peserta aktif dalam perdebatan filosofis
kala itu di Eropa. Ide-idenya terus membentuk dan mempengaruhi bidang
penyelidikan filosofis; dari Epistemologi hingga filsafat sejarah. Dari persfektif
sejarah pemikiran Eropa pada umumnya, adalah mustahil untuk meremehkan
pentingnya karya-karya Kant di kemudian hari; filsafat kritis yang di terbitkan
khusunya dalam buku teks, Critique of Pure Reason [1781] dan Critique ofPractical Reason [1788]. Dari sudut pandang Hubungan Internasional,
tulisan-tulisan Kant yang juga bersumber dari periode “kritis” dan khususnya
esai On Perpetual Peace: A PhilosophicalSketch [1795] juga sangat di signifikan.
Disini saya akan menyoroti tiga bidang pemikiran
kritis Kant yang membantu memantapkan kondisi bagi para teoritisi kritis
dikemudian hari dan bagi cendikiawan Hubungan Internasional kontemporer. Ketiga
bidang itu adalah pengetahuan, moralitas dan politik.
PENGETAHUAN
Argumen filosofis pada abad ke-18 tentang bagaimana
kita membenarkan klaim terhadap pengetahuan pada dasarnya jatuh kedalam
kategori. Di satu sisi, tradisi “rasionalis” berpendapat bahwa klaim pengetahuan
dapat dengan pasti didasarkan pada rasio atau penalaran, mungkin dalam bentuk
ide-ide bawaan yang melekat dalam kemanusiaan atau bahkan dikirim langsung dari
Tuhan. Disisi lain, tradisi “empiris” berpendapat bahwa klaim terhadap
pengetahuan harus di dasarkan pada pengalaman indrawi (apa kita bisa mendengar,
melihat, menyentuh, dan sebagainya) daripada sekedar dengan rasio.
Dalam Critique
of Pure Reason, Kant terkenal karena memiliki lebih dari dua pilihan di atas. Kant berargumen,
penalaran saja atau pengindraan saja tidak akan memberikan kita pengetahuan
apapun. Sebaliknya, ia berpendapat bahwa pengetahuan manusia pada dasarnya di
kondisikan (dibatasi) oleh kategori-kategori tentang pemahaman kita (yang
antara lain: konsep sebab akibat) dan ketidak mampuan kita untuk mengalami
apapun di luar kondisi ruang dan waktu tertentu. Dengan demikian, pengetahuan
adalah produk dari konsep-konsep (kategori pemahaman) dan pengalaman di
perantarai ruang–waktu yang keduanya datang secara bersama-sama. Gagasan Kant
ini menggrogoti gagasan bahwa kita bisa mendapat pengetahuan langsung dari
“sesuatu dalam diri sesuatu itu sendiri”. Maka dari itu, tugas filsafat pada dasarnya adalah tugas untuk melacak keterbatasan
kita sendiri dan memperjelas apa yang kita bisa dan tidak bisa kita klaim
tentang dunia. Tugas ini disebut Kant sebagai “Kritik”.
Teroi kritis Kant tentang pengetahuan membuka jalan
bagi teori kritis di kemudian hari dengan cara berfokus pada kondisi-kondisi
bagi kemungkinan adanya pengetahuan dan pegalaman. Pemikir era berikutnya,
misalnya Hegel dan Marx, kemudian merevolusikan revolusi fiosofis Kant itu
dengan menyatakan bahwa kondisi-kondisi bagi kemungkinan adanya pengetahuan dan
pengalaman itu tidak stabil dan transhistoris, tetapi benar-benar sudah
tertanam dalam sejarah manusia dan masyarakat. Dalam hal ini, mereka mengajukan
pertanyaan-pertanyaan penting tentang landasan otoritas kritis para filsuf
untuk menentukan jenis-jenis klaim apa yang sah dan mana yang tidak sah. Hal
ini terus menjadi pertanyaan yang menghantui para teoritis kritis abad ke-20.
MORALITAS
Teori Kant tentang pengetahuan adalah tentang
mengakui keterbatasan manusia. Hal ini sangat berlawanan dengan teorinya
sendiri tentang moral. Teori Kant tentang moralitas ini menyatakan potensi
kemanusiaan untuk membatasi keterbatasan kita. Bagi Kant, ada perbedaan jelas
yang bisa di tarik antara penalaran teoretis murni dan penalaran praktis murni.
Penalaran teoretis kita terbatas dan terkondisi: kita tidak bisa tahu hal-hal
dalam cara mediasi dalam cara yang mungkin seperti caranya malaikat. Secara
moral, kita juga terbatas: kita sering
di dorong oleh nafsu dan keinginan hewani dari pada di dorong oleh pertimbangan
moral. Namun demikian, dalam kasus moralitas menurut Kant, kita masih mampu
mengetahui apa yang benar. Ada cara-cara
dimana kita dapat mengerjakan apa tugas kita, melalui prinsif-prinsif
penguniversalan dimana kita merencanakan untuk bertindak dan mempertimbangkan
implikasi dari prinsif-prinsif tersebut untuk menjadi hukum universal (yang
disebut “categorical imperative” atau
berlaku mendesak secara kategoris).
Namun demikian, untuk bertindak secara moral bukan
sekedar melakukan hal yang benar, tetapi untuk melakukan hal yang benar demi
melakukan hal yang benar itu sendiri—bukan melakukan itu demi hal itu cocok dengan
kita atau tidak. Bagi Kant, memberi uang pada pengemis karena kasihan padanya adalah
bukan tindakan moral. Yang bisa di sebut
tindakan moral adalah memberi uang pada pengemis karena amal baik bisa di universalkan
sebagai hal yang baik. Jadi, kapasitas moral yang sama-sama dimiliki manusia
ini, menurut Kant, adalah yang membedakan kita dengan binatang dan membuat
kita secara khusus layak di hormati.
Mungkin, implikasi paling terkenal yang bisa di tarik
Kant dari perhitungannya tentang kapasitas moral kita untuk mengetahui dan menjalankan
hukum moral adalah argumennya bahwa manusia tidak boleh di perlakukan sebagai
sarana, tapi harus selalu sebagai tujuan. Prinsif orang lain ini menjadi salah
satu insfirasi bagi ide Hak Asasi Manusia Universal yang sangat berpengaruh
pada abad ke-20. Teori moral Kant juga terus menjadi acuan penting bagi teori
di kemudian hari dan bagi etika internasional kontemporer. Bagi beberapa pihak,
pandangannya tentang moralitas menangkap inti rasional dan universal tentang
penalaran moral, yang kemudian dapat memberi tolak ukur bagi kritik moral yang
beroperasi melintasi batas-batas budaya dan kekuasaan. Bagi pihak lain, teori
moral Kant tidak mampu mempertahankan klaimnya terhadap universalitas, terlalu
abstrak dan rasionalistik, dan karena itu tidak peka terhadap kekhasan
pengalaman dan tradisi etis yang berbeda.
POLITIK
Walau Kant melihat kita mampu bertindak sesuai
perintah penalaran praktis murni, ia masih melihat manusia sebagai secara
fundamental cacat dan tidak mampu secara konsisten melampaui selera dasar dan
material. Atas alasan ini, Kant mengembangakn teori politik. Teorinya adalah
pemerintahan dan hukum harus bisa menjamin kepatuhan luar tehadap moralitas,
dan menyediakan konteks yang kapasitas moral kita dapat di matangkan dan
kemajuan dapat di capai. Menurutnya, konteks politik terbaik untuk menyediakan
itu adalah negara Republik. Yang dimaksud dengan negara Republik adalah keadaan
yang milik pribadinya dilembagakan, ada pemisahan kekuasaan (antara legislatif,
eksekutif dan yudikatif), dan kekuatan-kekuatan itu secara politis bertanggung
jawab kepada lembaga warga yang dewasa, laki-laki, pemilik properti.
Dua aspek dari politik Kant telah menarik minat
cendikiawan Hubungan Internasional: hubungan yang ia buat antara negara-negara
republik dan hubungan antara negara-negara yang tenang terkendali dengan cara
yang teori politiknya tertanam dalam filsafat sejarah. Dalam Perpetual Peace: A Philosophical Sketch,
Kant menguraikan kondisi-kondisi yang di perlukan bagi hubungan internasional
yang damai. Pertama; semua negara harus
republik. Kedua; negara-negara
republik harus masuk kedalam “persatuan pasif” satu sama lain untuk mengatur
interaksi melalui hukum internasional dan menghindari perang sebagai sarana
kebijakan luar negeri. Ketiga; semua
negara harus menghormati hak Universal dan kosmopolitan atas individu untuk
mendapatkan keramahtamahan, bahkan jika individu itu bukan warga negara.
Kondisi-kondisi bagi perdamaian abadi sejalan dengan
persyaratan moralitas. Akan tetapi, Kant juga berpendapat bawa kita dapat
mengidentifikasikan kekuatan-kekuatan historis yang cenderung bisa membawanya.
Ia menunjuk mekanisme natural berupa rasa takut dan keserakahan yang akan
mendorong orang menuju republikanisme dan federasi pasif—terlepas dari
moralitas. Sebagai contoh, ia berpendapat bahwa konflik manusia pada akhirnya
akan menghasilkan senjata yang begitu mengerikan sehingga—karena menakutkan
kelangsungan hidup mereka sendiri—orang ingin menghindari kemungkinan perang.
Kant juga berpendapat, pembangunan perdagangan internasional akan menciptakan
tingkat saling ketergantungan yang akan membuat perang akan bertentangan dengan
kepentingan egois kita. Akhirnya, ia menyarankan diri rendah kita dan diri
tinggi kita untuk mendorong sejarah dalam arah yang sama dengan arah kemajuan
republik, masyarakat pasar, dan hubungan antar negara yang pasif.
Pemikiran politik Kant telah di ambil oleh teoretisi
liberal Hubungan Internasional sebagai pernyataan awal bagi teori kontemporer
bahwa negara-negara liberal cenderung pasif dalam hubungan dengan satu sama
lain. Akan tetapi, hal itu juga mengilhami pemikir kritis, misalnya: Habermas,
dalam hal Visinya tentang negara republik dan teorinya tentang perkembangan
sejarah progresif. Dalam banyak hal, Kant menetakan agenda bagi perdebatan yang
masih berlangsung dalam teori kritis tentang sifat dari hubungan antara
moralitas dan politik, dan apakah (bagaimana) kemajuan politik bisa
dimungkinkan.